Tujuan Revisi UU ITE Supaya Ada Rambu-Rambu Berekspresi

Redaksi - Rabu, 23 November 2022 10:15 WIB
Foto : Istimewa
Ilustrasi

Jakarta (SIB)

Tujuan utama revisi Undang Undang adalah membuat rambu rambu dan sebagai pedoman supaya perjalanannya semakin lancar.

Ibarat jalan raya, diperlukan rambu-rambu sehingga arus lalu lintas lancar, dan jika terjadi insiden akan ada penyelesaiannya.

Direktur Jendral Aplikasi Informatika Kominfo, Samuel Abrijani Pangerapan B.Sc, M.M. menyatakan hal itu dalam diskusi Forum Legislasi dengan tema “Membaca Arah Revisi UU ITE, Akankah Ruang Multi Tafsir Dipersempit” yang digelar Selasa (22/11) di Media Center MPR/DPR/DPD RI, gedung Nusantara III, Senayan, Jakarta.

Selain Samuel Abrijani Pangerapan B.Sc, M.M, juga tampil sebagai pembicara, anggota Komisi I DPR RI (Fraksi Gerindra) Yan Permenas Mandenas S.Sos. A.M.Si dan anggota Komisi I DPR RI (Fraksi Golkar) Dave Akbarshah.

Menurut Samuel, dalam era digital sekarang ini diberikan kebebasan besar sekali, seakan tidak ada batasnya, tetapi tujuannya untuk perbaiki peraturan yang ada.

Makanya bisa dilihat UU ITE ingin menyeimbangkan antara hak dan kewajiban dan memberikan kebebasan sebebas-bebasnya, namun harus juga mengedukasi masyarakat jangan sampai terlalu baper. Tetapi, walaupun dibatasi, ditambah lagi pasal 36 terkait kerugian materil.

“Arti kebebasan di sini harus dibawa juga sebagai ruang untuk saling menghargai. Intinya, dalam berekspresi kita jangan sampai menuduh, karena menuduh punya implikasi hukum. Kalau tidak senang sama seseorang tidak apa apa, asalkan jangan menuduh,” kata Sumut.[br]

Sebab timpal dia, jika menuduh bisa berimplikasi hukum sehingga berbahaya, bisa ada serangan balik diajukan di depan hukum, karena dinilai akan merugikan. “Jadi perubahannya, lebih tegas dan lebih mudah membaca rambu-rambunya” kata Samuel Abrijani Pangerapan B.Sc, M.M. sembari menyebutkan, tidak lagi sembarangan orang menuntut jika tidak bisa dipastikan terjadi kerugian.

Hal ini akan dilihat nanti dalam pembahasan dengan DPR, supaya orang tidak semena-mena melakukan gugatan, sekaligus memberi peringatan agar hati-hati dalam berekspresi, jangan sampai menuduh, mengingat bisa ada gugatan.

Artinya, jangan sampai kebebasan kebablasan. Ruang digital yang harusnya memberikan manfaat bagi kita semua dalam berinteraksi sesama masyarakat, tapi malahan menjadi ajang untuk perang.

Undang-undang ini juga menyebut supaya jangan sampai masyarakat persekusi, melakukan tindakan sendiri dalam dalam menyelesaikan masalah.

“Rambu-rambunya, jika ada pelanggaran, silakan ajukan dan buktikan di pengadilan jangan sampai ada adu jotos, supaya kita menjadi masyarakat yang madani, masyarakat yang berbudaya dan beretika. Memang dari sudut pemerintah tidak menutup kemungkinan, harus melihat ada unsur-unsur lain yang perlu diperhatikan untuk merubah pasal-pasal yang lain, katanya.

Dikatakan, surat dari pemerintah sudah lama diajukan ke DPR RI, tetapi baru sekali dibacakan pada saat sidang paripurna, karena yang namanya membahas bersama, terutama Undang-Undang tidak bisa satu sisi, harus berdua antara pemerintah dan DPR.

Terkait pasal pasal yang dibutuhkan oleh pemerintah, misalnya pasal 27 dan 28 serta ada perubahan di pasal 36.

Jadi untuk memberikan ketegasan, bagaimana membaca ayat-ayat ini supaya tidak multitafsir, tidak juga menjadi momok bagi masyarakat, sehingga dicoba dusulkan.

Mengingat, namanya juga berdiskusi dengan DPR pasti ada wacana wacana, apakah masih relevan atau tidak, untuk kemudian disepakati kedua belah pihak. (H1/f)

Sumber
: Koran SIB

Tag:

Berita Terkait

Headlines

Revisi UU ITE Jilid 2 Disetujui DPR, Ada 20 Perubahan dan Tambahan

Headlines

AJI dan LBHI Desak DPR Serius Revisi UU ITE: Jangan Ancam Demokrasi